some thoughts...

some thoughts...

20.7.13

Shoes Blues



 Pernahkah berkomentar, “Dulu dia nggak gitu lho!”.  Emosi yang mengiringinya bisa sebal, sinis, marah atau kasihan.

Saya pernah.  Baru saja kemarin.  Dan untungnya sebelum keburu suudzhan, saya langsung ditampar balik; dalam sebuah obrolan, seorang teman lain menceritakan kondisi sebenarnya dari si dia yang 'dulu nggak gitu' itu. 

Seketika, saya pun merasa sudah bersikap tidak adil dan sok tahu.

  Judging people emang paling gampang, tanpa kita mau tahu cerita di balik hidupnya.  Begitu kita menempatkan diri in his/ her shoes, tampaknya jadi wajar-wajar saja kalau seseorang nggak lagi seperti yang dulu.  Dian Pisesha saja mungkin udah nggak seperti yang dulu (cuma 'anak lama' nih yang ngerti joke ini Xp).  



 

Sepertinya, selama hukum alamnya masih ada aksi ada reaksi, ada sebab dan ada akibat, of course everybody changes.  It's like a part of human nature, we adapt to survive.  And in my humble opinion, as long as we live one life at a time, I don’t think we can judge people.


Mungkin ada baiknya juga sesekali kita "ganti sepatu", supaya bisa ngerti, make sepatu orang lain itu nggak selamanya enak.  Jadinya, kita bisa bersyukur deh kita pakai sepatu kita, instead of ngata-ngatain sepatu orang.




Dilemma Domestica


HAHA!

Thank God, I'm not the only woman who feels that way!

Kadang suka heran, kenapa suami nggak terganggu dengan sink yang penuh dengan piring/ gelas kotor?  Nggak ngerasa urgent buat ngisi ulang botol sabun cuci tangan yang udah kosong?  Apa dia mengira bath tub itu didisain bebas jamur dan bebas licin?

They don't know, this is such a porn for women :p
Pahit, tapi ternyata memang gitu kenyataannya!  Pria-pria nggak di-"install" kepekaan untuk bisa responsif sama hal-hal bersifat domestik!  Yaaa, tergantung orang tuanya dulu meng-install programnya atau nggak kali yaa..

Tapi nggak juga sih..  Abang saya dididik untuk bisa melakukan pekerjaan domestik.  Pas udah besar, ya nggak otomatis ngeh juga sama "kejanggalan-kejanggalan" seperti contoh di atas.  Alias, baru membantu kalau diminta atau disuruh.  



Cuma, jadi dilema juga buat para ortu.  Kalo anak lakinya di-install sama program-program domestik, tar kebablasan jadi feminin, gimana dong?  Hari gini!  Serba salah nggak sih?  :D

If only they knew, domestic works never harm his masculinity.
Instead, it makes him look way hotter! X) 



Tapi masih lumayan ajalah kalo pria-pria ini masih bisa menghargai double-duty istri jaman sekarang; ya kerja ya jadi ibu rumah tangga.  Yang sedih adalah... udah nggak peka, nggak respect juga sama istrinya.  Better pulangin aja ke mamanya yaa ;)






Mungkin soal nggak peka ini, sama juga seperti kita, para pereu, yang nggak ngeh sama waktunya ganti oli, mesin kendaraan kedengeran kasar, ban perlu angin, dan sejenisnya :p 

 Well, marriage, in learning.  Seru, tapi perlu 100% sober di dalamnya, kalo nggak mau terjebak dalam drama Oh Mama Oh Papa :)

3.7.13

Radio: The Morning Madness

Jam sembilan lewat sedikit.  Tissa tergopoh-gopoh menaiki tangga dengan memanggul notebook segede gabannya, totebag segede sariban, mengepit beberapa folder dokumen, plus sembari menjawab beberapa pesan urgent dari blackberry-nya.  Rambutnya yang masih basah sebagian menjuntai-juntai menutupi wajah.

"Weeeh, keramas pagi-pagi nih!", salah seorang kolega menyambut dengan gurauan garing di mulut tangga.  Tissa tersenyum sedikit tanpa niat, for the sake of sopan santun.  Dan...



Gubrak!!!

"Ya ampuuun, ati-ati, Mbaknyaaa!", Si Salah Seorang Kolega tadi pun buru-buru membantunya berdiri.  Seperti biasa, jatuh di tempat umum itu sakitnya nggak seberapa dibandingkan malunya.

"Hehehe..  Thanks..  Gue nggak papa kok", ujarnya sambil memunguti barang-barangnya yang tercerai di lantai.

"Yakin nggak papa?  Mau gue bawain?  Sini sini gue bawain", Si Salah Seorang Kolega, yang lalu disadari Tissa adalah Bono, staff GA, dengan baik hatinya menawarkan bantuan lagi.

"Eh, nggak usah, Bon, gue nggak papa kok, bener..", tolak Tissa halus, plus senyum manis, kali ini dengan niat tulus, "Biasaaa, meeting kepagian, jadi gini deh, buru-buru.."

Bono melirik jam, "Udah jam 9 sih nggak pagi-pagi amat kali..", ujarnya mencoba bergurau lagi.

Ups, satu langkah salah buat Bono, Saudara-saudaraaa!

Seketika, Tissa pun menarik lagi senyum tulusnya.  Tau apa dia soal meeting pagi?  Hidup lo kan normal, Bro!  Berangkat-pulang 9 to 5, nyampe rumah lo bisa snuggling sama anak-istri lo, tanpa kerjaan-kerjaan yang lo bawa pulang, tanpa teror BBM dari boss sampe jam 1 dini hari, tanpa insomnia, tanpa reminder-reminder meeting yang membabi buta di setiap pagi!  

I wish this were my to-do-list ~ Tissa.


So, don't you dare judging me!

Tissa merebut salah satu tentengannya dari tangan Bono, "Thanks!", tukasnya sambil melesat ke ruangannya.

Sesampainya di ruangan, Tissa pun buru-buru merapikan rambutnya, bajunya, dan sedikit memoleskan lipstik merahnya.  Lipstik merah ini such a big saviour for her.  Satu olesan saja... viola, menyelamatkan muka bantal plus mood yang berantakan!

"Mba Tiss, aku mau ngomong bentar ganggu nggak?", sebentuk wajah Kaya muncul di balik pintu.

Oh, no, not now!  'Mau ngomong bentar' itu sounds not such a good news!

"Gue mau meeting nih, udah telat pulak!", sergah Tissa.

"Oh, gitu ya, Mbak..  Aku cuma mau ngajuin ijin sih...  Kamis besok aku harus nganter nyokap ngurusin pajak.  Kasian dia nggak ada yang nganter.  Paling cuma setengah hari kok, Mbak.. ", Kaya pun menyodorkan selembar form ijin.

"Ooooo...  Taruh di meja aja deh, nanti gue cek ya, abis meeting.  Okey?", jawab Tissa sambil menyemprotkan body spray, kemudian menyambar notebook dan beberapa folder dokumen.

"Siap, Mbak Tis!  Thanks yaaa!", Kaya pun sumringah, "Meeting apa lagi nih, Mbak?", tanyanya melihat kehebohan klasik bosnya.

"Ah, lo nggak mau tau deh pokoknya!"

Kaya pun tertawa, "Oke deeeh, have fun deh kalo gitu!"

Tissa memutar bola matanya, "Eh, makasih lho!"

 "Deeeeeeh, gue meeting dulu yaaa!", serunya kemudian sambil tergopoh-gopoh melesat keluar ruangan, "Ada apa-apa BBM gue ya, Guuuys!"
 
Pemandangan rutin setiap pagi.  Tissa, Sang Ratu Dapur radio ini datang telat, kadang dengan rambut yang nggak sempat dikeringkan, tergopoh-gopoh untuk meeting marathon dari jam ke jam.  


"Weeeelll, coba kita itung sampe lima..  Tebak, kali ini apa yang ketinggalan?", sahut Melly, sang sekretaris.

"BB, biasanya sih.. ", ujar Rangga.

"Mug kopi dia!", sahut Luna.

As always, suara langkah kedubrakan pun kembali terdengar dari balik pintu, dan raut wajah Tissa pun nongol dengan sebentuk cengiran lebar, "BB gue, Mel, tolong dong..  Hehehe..."


=oOo=