some thoughts...

some thoughts...

1.5.19

Hey, May!

MAYDAY! MAYDAY! MAYDAY!

May Day bukan sekedar peringatan Hari Buruh buat saya, tapi juga notifikasi darurat bahwa ini sudah bulan 5, Sodara!

Bulan 5 dan lihat apa yang saya capai?  Nothing!

Maksudku, saya memang survive 5 bulan pertama di 2019, tapi tampaknya 150-an hari bergulir begitu saja tanpa ada pencapaian dari whatever-resolusi yang saya buat di awal tahun.  Target belum tercapai padahal sudah mau mendekati pertengahan tahun.  Huffft!

Harus speed up!

Sebenarnya, saya adalah orang yang cukup bersemangat, bila melakukan apa yang saya cintai.  Tapi, sejalan bertambah umur, saya tahu bahwa masalah saya ada di fokus.  Saya adalah look-a-bird person yang sangat mumpuni!  Lah, kok bangga?  Hahahaa...

Kalau soal ide, soal konsep, jangan tanya.  Oh, atau, justru tanya saya.  Berbangai model, angle, obyektif, bisa saya susun dalam sekejap.  Tapi, dalam hal eksekusi, saya memang perlu bimbingan atau supervisor, atau dengan kata lain--walaupun benci mengatakannya, BOS!  Oh, no,membayangkannya saja saya mau muntah, hahahaa...

Memiliki usaha sendiri atau menjadi self-employment adalah mimpi bagi semua orang.  Bisa mengatur jam kerja sendiri, bisa liburan kapan saja, bahkan bisa memiliki penghasilan yang lebih besar kalau kita mau, karena kita yang memegang kendali, kita yang atur sendiri!

Nah, itu dia, tolong di-bold dan underline!  KITA YANG ATUR SENDIRI.  Alias self-management.

Orang seperti saya mungkin memang kesulitan di area tersebut.  Untuk menghibur diri, saya mempercayai anggapan orang bahwa "orang kreatif" memang begitu adanya.  Namun, tetap saja, untuk berkembang, saya harus bisa melatih diri saya untuk lebih fokes.  Dan dari hasil googling, memang benar, fokus--seperti halnya otot, bisa dilatih (Elie Venezky, penulis Hack Your Brain ).

Caranya?  Bisa dibaca di tulisan saya di sini ya!

Teknik sudah ada, tinggal tambah sedikit mantra ajaib (baca: doa), dan harapan bahwa niat baik akan berbuah manits.

Selamat datang, Mei!


Fokus: Bukan Bakat, Latih Dengan 7 Cara Mudah Ini!


Tahukah Anda bahwa menurut penelitian terakhir yang dilakukan Microsoft di tahun 2015, rata-rata manusia memiliki hanya 8 detik fokus, di bawah kemampuan ikan mas koki.  YA, IKAN MAS KOKI!  Kenyataan bahwa angka itu terus menurun sejalan dengan berkembangnya teknologi dan betapa gaya hidup kita terus terdigitalisasi, bisa dimengerti tentang Si Ikan Mas Koki—yang pastinya tak mengenal internet.

Tentunya, menjadi tantangan tersendiri bagi kita untuk mencapai goals dengan fakta ini.  Apapun profesi kita—dari direktur marketing sampai ibu rumah tangga (dengan catatan ibu rumah tangga adalah yang tersulit karena harus juggling antara sejuta pekerjaan yang semuanya penting!), fokus menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan.  Bukan saja pekerjaan kita selesai tepat waktu, tapi juga dengan kualitas maksimal.

Jangan sedih, Sodara!  Melegakan bahwa fokus bukanlah bakat, tapi—seperti otot, bisa dilatih.  Dengan mindset dan tools yang tepat, kita bisa kok menjadi orang yang nggak gampang terdistrek!  Berikut caranya!

1.       Persiapkan dirimu

Caranya: 
  • Bangun dan mulai lebih pagi
  • Sarapan dengan menu raja-raja (yang sehat ya, bukan raja tambun yang serakah)
  • Beri otakmu waktu menenangkan diri 1 atau 2 menit (yeah, 5 menit akan lebih baik sih!) dengan mengatur nafas dalam dan teratur.  Mengatur tubuh dan otakmu dalam kondisi tenang secara signifikan akan meningkatkan produktifitas.  Buat yang terbiasa bermeditasi, hey, kamu sudah punya tools yang tepat lho!


2.       Buat daftar

Saya pribadi merasa bisa bekerja lebih efektif dengan to-do-list.  Saya jadi tahu mana yang perlu didahulukan, mana yang perlu effort atau waktu lebih banyak (intinya, me-manage kan?). 

Buat daftar berdasarkan skala prioritas dan sebisa mungkin kerjakan yang susah di awal, karena biasanya membutuhkan energi dan waktu lebih banyak. 

Jangan terlalu ambisius alias kenali batasanmu!  Jika memang kamu orang yang gampang terdistrek, mulai dengan daftar pendek.  Realistis dengan apa yang mampu dikerjakan (tiga pekerjaan cukup untuk berlatih) bukan hanya bikin kita lebih cepat bekerja, tapi juga lebih fokus hari demi hari.

3.       Hindari Multitasking

Ya.. ya.. saya tahu ini sulit karena saya adalah fulltime-mom slash wifey sekaligus CEO untuk usaha yang saya (dan suami) rintis.  CEO kepanjangan dari Chief of Everything Officer, hahaha!

Akan tetapi, kita tak bisa melawan fakta bahwa otak kita dirancang untuk single-tasking lho!  Kamu akan terkejut bahwa menyelesaikan pekerjaan satu per satu dengan fokus penuh akan lebih cepat dilakukan dengan hasil yang lebih baik, dibandingkan lompat dari satu kerjaan ke kerjaan lain secara bersamaan.  Coba deh!

4.       Go offline!

Sebelum mulai bekerja, ada baiknya kita berdoa agar dimudahkan dalam segala urusan dan dihindarkan dari godaan shayton yang terkutuk—dan bentuk setan paling mutakhir adalah media sosial!  Yekaaan??

Sering nggak sih, niat untuk checking resep masakan yang sedang dimasak, berakhir di laman Facebook atau Instagram selama sepuluh menit. Gosong gosong deh masakan!

Maka, disarankan untuk log out dari medsos jika perlu, atau jika Anda orang yang susah menghindari godaan setan kekinian tersebut supaya kerja lebih fokus.

5.       Take a break

Menurut riset, istirahatlah setiap 50 menit!  Jeda di sela waktu kerja yang panjang terbukti secara mental menjaga fokus kita dalam menyelesaikan pekerjaan.  Berjalan-jalan ke luar menghirup udara segar dan meregangkan otot-otot akan sangat membantu recharging otak dan tubuh .

Atau, lagi-lagi: kopi.  Kopi di pagi hari tak hanya membuatmu melek tapi juga fokus seharian.  Just incase perlu focus-booster di siang atau sore hari, seruput dululah kopinya, Bang!  Dalam jurnal  Journal of Alzheimer’s Disease, psikolog Perancis Astrid Nehlig menyatakan hubungan istimewa antara kafein dan kemampuan kognitif lho!  Bahwa, secara psikologis kopi meningkatkan semangat untuk tak mudah terdistrek selama bekerja.

6.       Reward yourself

Di penghujung hari, selalu hadiahi dirimu dengan bersantai, menonton Keeping Up With The Kardashian (heyy, it's the easiest thing to do, you know!) atau tontonan favorit lainnya, mengunyah cokelat yang (sedikit) mahal, atau apapun.  Perasaan berhasil mencapai goals dengan baik menumbuhkan semangat untuk menjadi lebih produktif lagi setiap harinya.

7.       Hidup sehat
Kebiasaan berolah raga dan tidur cukup tentunya akan sangat membantu melatih fokus.  Bekerja dengan tips di atas takkan maksimal jika tubuh kita secara alami tak siap untuk gas pol, riiiite??

Sumber:



25.4.19

Sholat, IMHO.


Bagaimana kau merasa terhubung dengan Tuhan?

Menjalani ibadah sesuai dengan agamaku sudah kujalani sejak—seperti, sebelum aku bisa jalan.  Maksudku, tinggal di Indonesia, agama jelas-jelas adalah doktrin.  Aku cucu seorang kyai terkenal di tempat kelahiranku.  Sudah pasti, aku dibesarkan dalam keluarga yang cukup relijius.

Tapi seberjalannya waktu, aku merasa harus melakukan pencarianku sendiri.  Dan dalam perkembangan spiritualku, kurasa sejauh ini “cara” yang kupilih untuk terhubung dengan Sang Pencipta sudah dalam jalur yang benar. 

SHOLAT.

Itu cara yang diajarkan.

Kupelajari dan kurasakan, betapa sholat adalah sebuah kegiatan membangun spiritual yang moderen dan komprehensif—mulai dari berwudhu sampai ucapan salam.

Buatku, Si Gagap Agama, wudhu adalah pre kondisi sebelum menyegarkan kembali jiwa ragamu dengan ritual ibadah yang dinamakan sholat.  Wudhu mendekatkan kembali tubuhmu dengan unsur alam yang mendominasi bagian tubuh—air, yang membersihkan secara fisik dan—secara simbolis, batin.  Menyentuh titik-titik denyutmu untuk kembali aktif dan stabil, refreshened. 

Lalu, gerakan sholat sendiri sangat holistik.  Setelah mempelajari yoga, gerakan-gerakan sholat terasa sangat harmonis antara jiwa dan raga.  Dari takbiratul ikhram sampai salam, gerakannya begitu mengalir, melatih fokus dan peregangan.  Berdiri tegak (seperti sikap gunung/tadasana), berlutut (seperti padahastasana), sujud (seperti child pose/mudhasana), sampai duduk tahiyat (seperti virasana).  Posisi jari-jari kaki pun memberikan efek refleksologis.  Juga gestur jari tangan saat membaca syahadat (seperti vajra mudra).

Bacaan sholat adalah wujud dari pemusatan pikiran (fokus).  Kalimat-kalimatnya begitu indah dan sederhana, perpaduan antara ungkapan syukur, berserah, motivasi untuk tetap mawas diri, namun tetap optimistis.  Apa yang lebih dibutuhkan manusia daripada itu?  Stay grounded, being concious, optimistic and grateful.  Sumber kebahagiaan, bukan?

Gerakan dan bacaan dilakukan bersamaan dengan—harapannya, khusyuk.  Dan jangan salah, itu adalah latihan seumur hidup.  Sebenarnya tak begitu berat, kalau saja esensinya disampaikan sejak semula saat diajarkan, bukannya sekedar doktrin dan kewajiban.

Namun tetap saja aku bersyukur bisa mengenal metode ini sejak kecil karena terlahir muslim (mungkin metode berdoa agama lainpun akan memberikan efek sama kalau dilakukan khusyuk ya?).  Maksudku, aku mengalami mix-feeling soal sholat ini, dari melakukannya karena takut diomeli nyokap, karena takut dosa, meninggalkannya karena merasa beban keharusan tanpa merasakan manfaat, melakukan karena butuh Tuhan di saat-saat sulit, melakukannya karena merasakan manfaatnya..  Dan,entahlah.  Menurutku, spiritualitas adalah sebuah perjalanan seumur hidup, entah apa yang akan terjadi di depan nanti.

Sekali lagi, aku orang yang gagap agama.  Aku lebih suka menyebut diriku spiritual daripada relijius.  Aku ingin terhubung dengan Tuhan daripada mengumpulkan pahala.  Yaaa, sejauh ini, paling tidak.  Jadi, ini benar-benar ungkapan perasaan, pemikiran, dan pengalaman yang sangat subyektif, dengan penuh kerendahan hati; bukan tulisan ilmiah bereferensi.

5.10.17

Nobody Gets Me But Me

Barusan ada kejadian yang membuat kesal. Seperti biasa, aku merasa tidak dimengerti.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasihku, aku merasa orang tuaku tidak juga memahami seperti apa aku ini. Selalu menganggap aku anak (yang harus) penurut. Atau, yang paling sederhana, betapa sulitnya paham bahwa aku nggak suka diajak ngomong apapun saat bangun tidur.
Bahkan di umurku yang udah hampir kepala 4, aku seperti harus jadi anak sempurna, termasuk jadi ibu sempurna di mata mereka. 

Kemudian aku langsung teringat, betapa aku sering merasakan hal nggak enak ini. Merasa tidak dipahami, tidak diterima apa adanya, disalahartikan, dan dituntut untuk menjadi sempurna.  Bukan hanya oleh orang tua, tapi seperti oleh semua orang! Efeknya, aku menjadi nggak percaya diri, lelah emotionally, dan punya banyak kemarahan di hati.

Lalu, aku mencoba mencari, apa sih masalahnya? Adakah orang lain di dunia ini yang merasa sepertiku? Bagaimana aku harus menyikapinya?

Aku googling dan menemukan situs ini (google memang semakin mengerikan, apa-apa juga ada!), yang mengangkat topik persis seperti apa yang aku alami, penyebabnya, dan tips mengatasinya. Sempurna!

Semua yang disebut di sana ada benarnya. Dan, saran untuk mengatasinya juga masuk akal. Beberapa yang saya dapat adalah:

1. Kita memang tidak bisa mengendalikan bagaimana orang berpikir dan berpendapat tentang kita, termasuk reaksi mereka tentang sikap dan perkataan kita. Orang cenderung ingin mendengar apa yang mereka ingin dengar dan melihat apa yang mereka ingin lihat.
2. Perasaan tidak dipahami berawal dari ketakutan dari tidak diakui (entah kesetiaannya, kebaikannya, kepintarannya). Menjelaskan maksud kita memang bisa menjernihkan masalah. Tapi, apa kita harus melakukan itu setiap saat pada setiap orang?
3. Menjelaskan siapa diri kita menjadi perlu hanya untuk orang-orang yang penting buat kita. Sisanya? Suck it up, people! I am who I am.
4. Perasaan ingin dipahami juga karena ingin diapresiasi atau setidaknya, diterima. Pembuktian nyaris seperti ilusi, semakin dicari semakin nggak dapet-dapet.
5. Seperti kita berhak merespon bagaimana perlakuan orang, kita juga berhak untuk tidak merespon. Pick your own battle. Then again, you can't please everyone in the world.
6. Merasa tidak dipahami adalah sesuatu mungkin bisa dialami siapa saja, apalagi di jaman sekarang. Lihat, betapa mudah sekarang orang mengemukakan pendapat dan mengekspresikan dirinya. Apakah kita harus menerima semuanya? Tidak. Kita memang tidak harus dipahami. Yang jelas, kita adalah kita. Kalau mereka tidak senang dengan siapa kita, itu masalah mereka.

Saran:
1. Letting go is freedom. Dalam beberapa hal, membiarkan sebuah masalah berlalu kadang solusi terbaik, karena kadang ternyata masalah itu sama sekali bukan masalah.
2. Kita ingin berpikir bahawa manusia adalah mahluk rasional. Tapi, ternyata nggak! Manusia adalah mahluk emosional. Banyak keputusan diambil berdasarkan apa yang kita rasakan. Sama seperti emosi positif, emosi negatif itu perlu untuk membuat diri berkembang. Misalnya,dengan marah, kita semakin mengenal siapa diri kita dan menemukan akar masalah jika diproses dengan benar. Ijinkan emosi itu hadir, rasakan, dan ekspresikan dengan tepat. Salah satunya dengan menulis bebas. Menuangkan perasaan ke atas kertas bisa membuat kita  lebih obyektif memandang masalah. Rasakan emosi yang ditimbulkannya.  Renungi dan temukan kedamaian di dalamnya. TIDAK ADA JALAN SINGKAT untuk mengekspresikan emosi manusia.
3. Tunda berdebat. Sleep on it. Ingat, kadang ternyata sebuah masalah bukan masalah sama sekali.

Sumber: http://onewithnow.com/misunderstood-how-to-let-go-of-the-need-to-explain-yourself/

19.11.15

Three Is Just A Number

Happy 3rd anniversary, Babe...

Yes, been 3 years sailing. It's not always stormy every day but this journey is.. well, I never thought it would be like this.

Seems like "beautiful mess" still suit the title of the story of us.  I begin disliking it anyway :))

This trip makes a better me, though. I learn a lot, think a loooooot, like never enough me being an overthinking-introvert :D

Marriage is only for adults. It's only for the ones who fulfilled. 'Cos it's no longer about you. It's your life in the bigger picture.

2.7.15

Week 3 Ramadhan. Get Sumthin'?

Ramadhan hampir genap 3 minggu.  Sudah dapat apa?

Jujur, belum.

Padahal, Ramadhan tahun ini cukup istimewa buat saya.  Ini kali pertama saya berpuasa lagi setelah "cuti" 2 tahun untuk urusan maternal.

Excited, begitu rasanya waktu menyambut Ramadhan.  Tekad membulat di hati untuk lebih serius melatih diri di bulan ini.  Target saya nggak muluk-muluk: "merapikan" lagi sholat saya dan puasa dengan substansinya puasa, bukan sekedar menahan haus dan lapar.

Yeah, memang selalu begitu setiap tahunnya kan?  Dan jika pada minggu ketiga semangat itu mengendur, juga bukan hal baru.

Tapi kali ini, kenapa berasa sedih ya?  Kenapa begitu cepat?  Rasanya belum berlatih apapun.

Biar begitu, seminggu lagi itu tetap saja waktu.  Sebaiknya memang jangan menyerah dulu.

Ah, rasanya dulu lebih mudah beribadah.  Saat diri ini tak banyak mempertanyakan.  Saat maknanya hanya "setor muka".  Ibadah saya komplit, sunnah-sunnah pun dijalankan.  Rasanya nyaman melakukan hal yang benar.

Sekarang, seperti ingin lebih.  Rasanya ingin sholat yang benar-benar bertemu dengan Tuhan.  Sholat khusyuk ternyata sulit.  Ibadah ikhlas ternyata susah.

Saat melihat hal lebih substansial, hal-hal kecil jadi berarti.  Boro-boro sunnah,  yang wajib aja buat saya masih berasa "cemplang".

Semoga saya terus dijadikan orang yang selalu ingin belajar memperbaiki diri.  Dan semoga sih, waktu demi waktu di mata Tuhan menjadi orang yang lebih baik.

20.4.15

Mother (in) Blues

Sometimes I think I am not good at this. Sometimes I wanna give up.  But now it's no longer about "me-myself-and I".  Nothing more important about me.  There are only hers and his.

Being a woman is such a thing. But being a wife and a mother bring you to another level.  You are struggling between playing your roles well and not fading away.

But sometimes the easiest way is letting go (if you mind to call it giving up) all my needs and wants.  'Cos sometimes all you need is just to feel carefree.

21.3.15

Happy Birthday To Me

Katanya, 1 dari 10 ibu melahirkan mengalami postpartum depression. Kalau dari yang saya baca, saya termasuk yang mengalami salah satu sindromnya.
Depresi saya lebih karena saya merasa hidup saya direnggut. Yes! Terkadang suka merasa bersalah karena memiliki perasaan seperti itu. Tapi, lagi-lagi, setelah saya banyak baca, it's quite normal buat ibu-ibu yang mengalami baby blues syndrom.
Saya "hilang", karena sejak saat itu, dunia saya hanya anak, anak, anak, dan suami. Tentu saja ada saya, tapi begitu saya mau melakukan sesuatu untuk si saya ini, waktu dan tenaga sudah tidak ada. Bahkan hanya untuk tidur pun!
Sekarang, sudah hampir 1 tahun lima bulan saya menjalani apa yang disebut 'motherhood'.  Setelah menjalani prosesnya, dari mulai nangis diam-diam di kamar mandi sampai cecurhatan ke teman-teman sesama ibu; sekarang perasaan "saya hilang" itu berangsur-angsur berkurang.
Saya belajar menyadari.  I still exist, just I'm not the same person anymore. I grow. I transform.  I am a mother.
Happy birthday, mother version of me! :)

10.10.14

Hard Yet Easy


Being a parent is such a total commitment.  
You can't pause, you can't take a break, you can't cancel.  
You need to work out 'cause it's physically exhausted, you have to be patient 'cause it's mentally challenging, you have to stay sane 'cause you'll be worry all the time.  
You have to be sure that you really want it because it's never-ending process.

But believe it or not, loving someone unconditionally is never as easy as now.

1.12.13

Postponed Posts




Sebulan lebih, tepatnya 32 hari aku menjadi ibu. Niatnya sih, membuat jurnal di blog ini mengenai kehamilanku sampai masa-masa kelahiran. Namun apa daya, 9 bulan ternyata nggak selamaa yang dibayangkan. 

Here I am now, juggling between housework, getting enough sleep and handling the new born baby.

Exhausted, but I am happy.