Barusan ada kejadian yang membuat kesal. Seperti biasa, aku merasa tidak dimengerti.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasihku, aku merasa orang tuaku tidak juga memahami seperti apa aku ini. Selalu menganggap aku anak (yang harus) penurut. Atau, yang paling sederhana, betapa sulitnya paham bahwa aku nggak suka diajak ngomong apapun saat bangun tidur.
Bahkan di umurku yang udah hampir kepala 4, aku seperti harus jadi anak sempurna, termasuk jadi ibu sempurna di mata mereka.
Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasihku, aku merasa orang tuaku tidak juga memahami seperti apa aku ini. Selalu menganggap aku anak (yang harus) penurut. Atau, yang paling sederhana, betapa sulitnya paham bahwa aku nggak suka diajak ngomong apapun saat bangun tidur.
Bahkan di umurku yang udah hampir kepala 4, aku seperti harus jadi anak sempurna, termasuk jadi ibu sempurna di mata mereka.
Kemudian aku langsung teringat, betapa aku sering merasakan hal nggak enak ini. Merasa tidak dipahami, tidak diterima apa adanya, disalahartikan, dan dituntut untuk menjadi sempurna. Bukan hanya oleh orang tua, tapi seperti oleh semua orang! Efeknya, aku menjadi nggak percaya diri, lelah emotionally, dan punya banyak kemarahan di hati.
Lalu, aku mencoba mencari, apa sih masalahnya? Adakah orang lain di dunia ini yang merasa sepertiku? Bagaimana aku harus menyikapinya?
Aku googling dan menemukan situs ini (google memang semakin mengerikan, apa-apa juga ada!), yang mengangkat topik persis seperti apa yang aku alami, penyebabnya, dan tips mengatasinya. Sempurna!
Semua yang disebut di sana ada benarnya. Dan, saran untuk mengatasinya juga masuk akal. Beberapa yang saya dapat adalah:
1. Kita memang tidak bisa mengendalikan bagaimana orang berpikir dan berpendapat tentang kita, termasuk reaksi mereka tentang sikap dan perkataan kita. Orang cenderung ingin mendengar apa yang mereka ingin dengar dan melihat apa yang mereka ingin lihat.
2. Perasaan tidak dipahami berawal dari ketakutan dari tidak diakui (entah kesetiaannya, kebaikannya, kepintarannya). Menjelaskan maksud kita memang bisa menjernihkan masalah. Tapi, apa kita harus melakukan itu setiap saat pada setiap orang?
3. Menjelaskan siapa diri kita menjadi perlu hanya untuk orang-orang yang penting buat kita. Sisanya? Suck it up, people! I am who I am.
4. Perasaan ingin dipahami juga karena ingin diapresiasi atau setidaknya, diterima. Pembuktian nyaris seperti ilusi, semakin dicari semakin nggak dapet-dapet.
5. Seperti kita berhak merespon bagaimana perlakuan orang, kita juga berhak untuk tidak merespon. Pick your own battle. Then again, you can't please everyone in the world.
6. Merasa tidak dipahami adalah sesuatu mungkin bisa dialami siapa saja, apalagi di jaman sekarang. Lihat, betapa mudah sekarang orang mengemukakan pendapat dan mengekspresikan dirinya. Apakah kita harus menerima semuanya? Tidak. Kita memang tidak harus dipahami. Yang jelas, kita adalah kita. Kalau mereka tidak senang dengan siapa kita, itu masalah mereka.
Saran:
1. Letting go is freedom. Dalam beberapa hal, membiarkan sebuah masalah berlalu kadang solusi terbaik, karena kadang ternyata masalah itu sama sekali bukan masalah.
2. Kita ingin berpikir bahawa manusia adalah mahluk rasional. Tapi, ternyata nggak! Manusia adalah mahluk emosional. Banyak keputusan diambil berdasarkan apa yang kita rasakan. Sama seperti emosi positif, emosi negatif itu perlu untuk membuat diri berkembang. Misalnya,dengan marah, kita semakin mengenal siapa diri kita dan menemukan akar masalah jika diproses dengan benar. Ijinkan emosi itu hadir, rasakan, dan ekspresikan dengan tepat. Salah satunya dengan menulis bebas. Menuangkan perasaan ke atas kertas bisa membuat kita lebih obyektif memandang masalah. Rasakan emosi yang ditimbulkannya. Renungi dan temukan kedamaian di dalamnya. TIDAK ADA JALAN SINGKAT untuk mengekspresikan emosi manusia.
3. Tunda berdebat. Sleep on it. Ingat, kadang ternyata sebuah masalah bukan masalah sama sekali.
1. Letting go is freedom. Dalam beberapa hal, membiarkan sebuah masalah berlalu kadang solusi terbaik, karena kadang ternyata masalah itu sama sekali bukan masalah.
2. Kita ingin berpikir bahawa manusia adalah mahluk rasional. Tapi, ternyata nggak! Manusia adalah mahluk emosional. Banyak keputusan diambil berdasarkan apa yang kita rasakan. Sama seperti emosi positif, emosi negatif itu perlu untuk membuat diri berkembang. Misalnya,dengan marah, kita semakin mengenal siapa diri kita dan menemukan akar masalah jika diproses dengan benar. Ijinkan emosi itu hadir, rasakan, dan ekspresikan dengan tepat. Salah satunya dengan menulis bebas. Menuangkan perasaan ke atas kertas bisa membuat kita lebih obyektif memandang masalah. Rasakan emosi yang ditimbulkannya. Renungi dan temukan kedamaian di dalamnya. TIDAK ADA JALAN SINGKAT untuk mengekspresikan emosi manusia.
3. Tunda berdebat. Sleep on it. Ingat, kadang ternyata sebuah masalah bukan masalah sama sekali.
Sumber: http://onewithnow.com/misunderstood-how-to-let-go-of-the-need-to-explain-yourself/
No comments:
Post a Comment