Bagaimana kau merasa terhubung dengan Tuhan?
Menjalani ibadah sesuai dengan agamaku sudah kujalani sejak—seperti,
sebelum aku bisa jalan. Maksudku,
tinggal di Indonesia, agama jelas-jelas adalah doktrin. Aku cucu seorang kyai terkenal di tempat
kelahiranku. Sudah pasti, aku dibesarkan
dalam keluarga yang cukup relijius.
Tapi seberjalannya waktu, aku merasa harus melakukan
pencarianku sendiri. Dan dalam
perkembangan spiritualku, kurasa sejauh ini “cara” yang kupilih untuk terhubung
dengan Sang Pencipta sudah dalam jalur yang benar.
SHOLAT.
Itu cara yang diajarkan.
Kupelajari dan kurasakan, betapa sholat adalah sebuah
kegiatan membangun spiritual yang moderen dan komprehensif—mulai dari berwudhu
sampai ucapan salam.
Buatku, Si Gagap Agama, wudhu adalah pre kondisi sebelum
menyegarkan kembali jiwa ragamu dengan ritual ibadah yang dinamakan sholat. Wudhu mendekatkan kembali tubuhmu dengan unsur
alam yang mendominasi bagian tubuh—air, yang membersihkan secara fisik dan—secara
simbolis, batin. Menyentuh titik-titik
denyutmu untuk kembali aktif dan stabil, refreshened.
Lalu, gerakan sholat sendiri sangat holistik. Setelah mempelajari yoga, gerakan-gerakan
sholat terasa sangat harmonis antara jiwa dan raga. Dari takbiratul ikhram sampai salam,
gerakannya begitu mengalir, melatih fokus dan peregangan. Berdiri tegak (seperti sikap gunung/tadasana),
berlutut (seperti padahastasana), sujud (seperti child pose/mudhasana), sampai
duduk tahiyat (seperti virasana). Posisi
jari-jari kaki pun memberikan efek refleksologis. Juga gestur jari tangan saat membaca syahadat
(seperti vajra mudra).
Bacaan sholat adalah wujud dari pemusatan pikiran (fokus). Kalimat-kalimatnya begitu indah dan sederhana,
perpaduan antara ungkapan syukur, berserah, motivasi untuk tetap mawas diri,
namun tetap optimistis. Apa yang lebih
dibutuhkan manusia daripada itu? Stay grounded, being concious, optimistic and grateful. Sumber kebahagiaan, bukan?
Gerakan dan bacaan dilakukan bersamaan dengan—harapannya,
khusyuk. Dan jangan salah, itu adalah
latihan seumur hidup. Sebenarnya tak
begitu berat, kalau saja esensinya disampaikan sejak semula saat diajarkan, bukannya
sekedar doktrin dan kewajiban.
Namun tetap saja aku bersyukur bisa mengenal metode ini
sejak kecil karena terlahir muslim (mungkin metode berdoa agama lainpun akan
memberikan efek sama kalau dilakukan khusyuk ya?). Maksudku, aku mengalami mix-feeling soal sholat
ini, dari melakukannya karena takut diomeli nyokap, karena takut dosa,
meninggalkannya karena merasa beban keharusan tanpa merasakan manfaat,
melakukan karena butuh Tuhan di saat-saat sulit, melakukannya karena merasakan
manfaatnya.. Dan,entahlah. Menurutku, spiritualitas adalah sebuah
perjalanan seumur hidup, entah apa yang akan terjadi di depan nanti.
Sekali lagi, aku orang yang gagap agama. Aku lebih suka menyebut diriku spiritual
daripada relijius. Aku ingin terhubung
dengan Tuhan daripada mengumpulkan pahala.
Yaaa, sejauh ini, paling tidak. Jadi,
ini benar-benar ungkapan perasaan, pemikiran, dan pengalaman yang sangat
subyektif, dengan penuh kerendahan hati; bukan tulisan ilmiah bereferensi.