Living in the first year of marriage (yang kata orang masa paling berat nomer satu dalam pernikahan), I realize more and more, how mom & dad taught me so many things well back then, baik yang mereka sengaja ajarkan maupun yang, mungkin, tanpa sadar mereka contohkan.
Papa sudah tentu mengajariku untuk mandiri, nggak cengeng, berjuang, bersikap decent, hemat, disiplin, low profile dan banyak lagi.
Mama lebih ke hal-hal yang relijius dan banyak mencontohkan skills of survival, seperti bagaimana menjadi perempuan yang kuat, SABAR (bold and underlined, hehehe..), berbakti pada suami (no matter what, yang dulu aku melihatnya sebagai naive), setia, pinter ngatur uang rumah tangga (dengan "setoran" uang belanja pas-pasan, mama masih bisa menyisihkan sedikit demi sedikit uang dan menjadikannya safety net keluarga dan kami sering sekali tertolong dengan safety net ini!), masak sendiri buat keluarganya dengan bahan seadanya (setelah dipikir-pikir, she's soo creative with ingredients!), and being such a wonder woman!
She is indeed! She's not college graduated but I think she's capable to do everything, like, E-VERY-THING!
Dan nggak seperti papa, seperti saya singgung tadi, mama lebih mencontohkan. Saya rasa dia nggak sengaja juga menjadikan dirinya role model. Mama itu pikirannya sangat simple. Prinsip hidupnya sangat vertikal: lillahi taala. No wonder she always survives.
Contohnya saja, dia nggak pernah mengajari saya memasak. Dalam arti, dia nggak pernah memberi resep-resep lalu menyuruh saya berlatih memasak. Banyak kan, ibu-ibu yang memang mengharuskan anak perempuannya bisa masak dalam rangka mempersiapkannya menjadi seorang istri teladan di masa depan?
Tapi yang mama lakukan adalah hanya dengan melibatkan saya di dapur, entah memotong wortel, mengupas bawang, mengelap piring, mengulek bumbu, mengaduk sayur atau sesederhana menjaga gorengan supaya nggak gosong meanwhile dia juggling dengan pekerjaan lainnya.
Mungkin karena hal itu dilakukan setiap hari sampai saya keluar dari rumah di umur 18, jadilah rutinitas itu masuk ke dalam memori saya, nggak cuma pekerjaan mengupas bawang tadi, tapi the whole proses memasak setiap menu! Lebih tepatnya, memori otot saya sih... (saya pernah menonton Nat Geo, memori ototlah yang membuat kita "bisa karena biasa").
Sesuatu yang lucu adalah waktu suami saya bilang, "Liat perutku nih, mulai buncit. Gimana nggak, pagi sarapan trus brunch, sore dikasih cemilan, trus makan malem. Kadang malem di-"pakani" cemilan lagi!", katanya sambil mengelus-elus perut dengan senang. Dan aku baru sadar, pola makan itulah yang mama terapkan di rumah. Pagi ngopi/ ngeteh, jam 11 brunch, jam 3 atau 4 ngopi/ ngeteh lagi, jam 7 makan, jam 8 cemilan ringan atau buah!
Dan saya menjalankan itu sekarang di rumah saya!
Kebayang nggak sih, apa yang melekat di memori otot anak-anak yang di rumahnya biasa dengan kekerasan atau justru keacuhan, orang tua sibuk masing-masing... Oh my... dengan segala keterbatasan kami dulu, saya sangat bersyukur punya papa mama yang nggak hanya mengajarkan yang baik, tapi juga menjadi contoh.
Love you, Mom.. Love you, Dad...
I hope I can be a good parent as well as you!